Kamis, 11 Juli 2013

#RamadhanBercerita - Nenekku Jagoanku

Hai, temen-temen :))

Sebenernya ini bukan pertama kalinya saya bikin tulisan di blog. Sebelumnya sih juga udah pernah, cuma lupa aja password buat buka akunnya. Biasa, saya orangnya sibuk banget. Sibuk mikirin utang yg belom lunas. Iya, utang buat nraktir kamu cilok bakar sama areng-arengnya sekalian itu. Hehehe..:3

Anyway, #RamadhanBercerita ini adalah gagasan yang bagus dari temen saya Fariz (@Luaposeh), yang dibalik tingkah laku yg abnormal dan tutur kata yg sedikit tidak sesuai dengan EYD yang disempurnakan, sudah sukses untuk membuat sebagian orang menuturkan pengalaman dan harapan-harapannya pada bulan suci yang penuh berkah ini, bulan suci Ramadhan. Saya juga membaca sebagian tulisan teman-teman saya dengan keunikan dan kekonyolannya masing-masing. Maka didasari oleh semangat rela dilecehkan, maka saya mencoba untuk berbagi pengalaman juga seputar bulan Ramadhan yang saya alami (pernyataan halus untuk menutupi kalau saya sebenernya juga ikut-ikutan posting.hehehe)

Well, sebenernya saya hidup di keluarga yang serba majemuk. Multi kultur, Multi Keyakinan Beragama, Multi Level Marketing, eh...lupakan. Itu yang menuntut saya untuk mengahrgai masing-masing individuyang ada. Kebetulan ayah dan ibu saya juga hidup dikeluarga yang bebas memeluk agama apapun, yang jelas di E-KTP bisa tercantum jelas dan tidak menimbulkan pergunjingan. Misalnya pada kolom agama tercetak penyembah biji jagung, itu jelas bisa dipastikan bukan dari keturunan keluarga saya. Hehehe. Oke kembali ke topik. Karena itulah, tidak heran pada saat ada acara kumpul keluarga, ada yg pada saat makan, berdoanya pake tanda salib dan ada pula yg tidak. Ada yg menyempatkan diri untuk sholat, sementara yg lain tidak. Namun keragaman inilah yg membuat keluarga besar kami kompak. Tak terkecuali pada saat bulan suci Ramadhan tiba.

Dan pada saat itu, kalau tidak salah hari pertama puasa tahun lalu, saya pulang larut malam. Sekitar jam 1 pagi lah. Kebetulan saat itu saya bekerja di sebuah Cafe yg cukup terkenal di Malang. Saya yang merasa sangat apek, setelah memasuki rumah segera berniat untuk merebahkan diri. Namun, sekitar pukul 2 pagi, saya kaget dan terjaga dengan sangat. saya mendengar suara berisik dari arah dapur. Perlu kalian ketahui, saya orang yg paling berani di rumah setelah kucing buluk saya. pernah saking pemberaninya kucing saya, dia berani berkelana dan baru pulang  3 hari kemudian dalam keadaan basah kuyup. Ternyata emang kucing saya lupa jalan pulang terus nyebur selokan. Tapi tetep aja dia masih kelihatan macho dan keren kok. Eh, kok malah nggelambyar seh. Hehehe. Iya, saya hanya berpikir positif bahwa suara yg ditimbulkan itu pasti erasal dari kucing saya. Tapi kok kucing saya tidur di sebelah saya. Saya pikir itu ayah saya. Karena ayah saya hobi banget bongkar-bongkar kulkas buat nyari ikan asin Tapi pemikiran itu segera saya buang jauh-jauh, karena saya baru sadar kalau ayah saya sudah meninggal bertahun tahun yg lalu setelah saya melihat fotonya di atas TV. Daripada saya mikir kalo yg bikin kegaduhan di dapur adalah Maria Ozawa yg sedang kelaparan, maka saya memutuskan utuk memastikan yang sebenarnya. Dan tanpa diduga dan dinyana, ternyata suara itu berasal dari nenek saya. Buyarlah imajinasi saya tentang Maria Ozawa tadi. Tapi biarin lah, masih bisa mengkhayal lagi kok nanti. Hehehe.

Saya heran kenapa nenek saya bangun sepagiini. Ternyata beliau sedang masak untuk mempersiapkan sahurnya di hari yang pertama ini. Nenek saya adalah seorang muslim yg baik. Walaupun kami satu rumah adalah seorang nasrani yg taat, beliau tetap bahagia hidup ditengah kemajemukan keluarga kami. Beliau adalah satu-satunya muslim di rumah kami. Namun itu tidak membuatnya lupa akan syariat agama yg dipeluknya. Dengan mata berat, saya pun menemani beliau memasak sahur perdananya ini. Sedikit janggal buat saya karena ini pertama kalinya saya menemani beliau mempersiapkan segalanya di awal puasa ini. Dengan semangat dan cekatan, tangan tua beliau mulai menghasilkan sebuah hidangan yg menurut saya sederhana namun terlihat sangat sedap untuk disantap. Kami pun mulai berbincang sambil menyantap masakan yg beliau buat tadi. Dan untuk pertama kalinya pula saya merasakan nikmatnya santap sahur dan berbincang hangat di pagi-pagi buta seperti ini. Beliau menceritakan pengalamannya selama bulan Ramadhan di tahun-tahun yg lalu. Kesendirian dalam melaksanakan ibadah puasa Ramadhan tidak membuatnya patah arang. Bahkan, beliau pernah puasa utuh hingga hari raya Idul Fitri tiba. Saya salut dengan usianya yg sudah bisa dibilang memasuki masa senja, namun semangatnya mengalahkan semangat saya dalam belajar sepulang kuliah. Ini membuat saya berpikir ulang untuk memperbaiki semangat saya yg luntur. Bahkan satu hal yg membuat saya trenyuh adalah saat dimana beliau memberi wejangan pada saya untuk memperbanyak doa novena (semacam doa panjang yg biasanya didoakan umat Katolik disaat menghadapi kesusahan dan pada saat meminta pertolongan maupun menyampaikan harapan untuk kesuksesan) agar saya dan keluarga selalu diberi keselamatan dan lancar dalam setiap aktivitas kami. Saat itu juga saya menangis danmemeluk nenek saya dengan erat. Bagaimana bisa seorang yg sudah memasuki usia lanjut masih memiliki kebijakan yg begitu besar. Selain itu semangatnyalah yg membuat saya sadar bahwa saya bukan siapa-siapa dan bukan apa-apa di dunia ini tanpa beliau dan orang tua saya.

Sejak saat itu, saya mulai rajin bangun pagi-pagi buta untuk menemani nenek saya mempersiapkan santap sahurnya. Bahkan saya sengaja bangun lebih dulu untuk menjadi alarm bagi beliau. Sebenarnya sudah sejak lama momen puasa Ramadhan di keluarga kami berlangsung seru dan khidmat. Disaat nenek saya puasa, maka saya, almarhum ayah, ibu, serta adek-adek saya selalu menghormati dengan tidak makan dan minum di hadapannya. Bahkan tidak jarang kami juga ikut berpuasa untuk menghargai nenek saya. Namun, nenek saya melarang hal ini. arena toleransi yang sebenarnya tidak perlu harus seperti itu. Cukup saling memahami dan saling mengingatkan apabila ada momen yg salah, ataupun momen-momen yg terlupakan. Dan Puji Tuhan kami bahagia dengan keadaan keluarga kami yg serba unik ini.

Sampai saat ini, kebiasaan saya masih ingin saya teruskan, namun apa daya saat ini saya sedang mencoba peruntungan saya di lain lokasi. Namun, saya selalu merindukan momen-momen sahur yg sungguh keren tadi bersama nenek saya. Saya berharap hingga akhirusianya, saya masih mampu untuk menemani bahkan mempersiapkan sendiri santap sahur untuk beliau :))

Actualy, that's my story on my first post of #RamadhanBercerita...Where's your #RamadhanBercerita guys?? :))

3 komentar:

  1. salam kenal mes :)) kunjungi blog saya juga ya di watanaberyuzaki.blogspot.com sankyuu :*

    BalasHapus
  2. Tangames mes, prespektif e wasik

    BalasHapus
  3. wah tulisan yang aku banget nih. kita sama-sama punya keluarga multiagama. (alm) omaku dulu nasrani sendirian dirumah. heuheuheu

    keep blogging vroooh

    BalasHapus